.headerword2 { background:#f35d5c; color:#fff; padding-left:10px; padding-right:10px;}

Jumat, 29 Mei 2015

“Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan”

“Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan”

“Aku hanya berani bermimpi, sungguh tidak terhitung berapa kali aku bermimpi tentang kau.”

“Aku hanya berani bermimpi, sungguh tidak terhitung berapa kali aku bermimpi tentang kau.”

Minggu, 24 Mei 2015

“Anak cewek itu harus gesit, tangguh, cekatan, rajin dan sifat yg lebih mendasar lainnya. Kalau cuma imut, lucu, menggemaskan, warna-warni, saya rasa boneka barbie juga punya sifat artifisial seperti itu. Jadilah anak cewek yang mandiri, punya cita-cita, dan bisa diandalkan.

“ cewek caem itu harus gesit, tangguh, cekatan, rajin dan sifat yg lebih mendasar lainnya. Kalau cuma imut, lucu, menggemaskan, warna-warni, saya rasa boneka barbie juga punya sifat artifisial seperti itu. Jadilah anak cewek yang mandiri, punya cita-cita, dan bisa diandalkan"

"Nasehat atau saran yang baik itu kadang mahal sekali harganya. Bukan karena kita harus membayarnya mahal, banyak nasehat itu justeru gratis. Menjadi mahal karena kita baru mau memahaminya, mendengarnya saat semua sudah terlanjur terjadi."

"Nasehat atau saran yang baik itu kadang mahal sekali harganya. Bukan karena kita harus membayarnya mahal, banyak nasehat itu justeru gratis. Menjadi mahal karena kita baru mau memahaminya, mendengarnya saat semua sudah terlanjur terjadi."

Jumat, 08 Mei 2015

*Generasi Menyakiti

Ketahuilah, hanya karena kita bebas menulis apa saja di media sosial ini, maka bukan berarti kita bisa bebas mau ngapain saja.
Atau jangan-jangan, kita telah menjadi genreasi menyakiti? Yang suka sekali berkomentar apapun. Misalnya, ada seseorang melintas di depan kita, orang itu kebetulan pesek dan hitam (saya minta maaf harus memakai contoh ini), kita bergegas langsung menulis status di facebook atau nge-tweet: "Eh, ada orang pesek dan hitam melintas. Jelek banget orangnya." Apa salah orang yang melintas di depan kita, lantas kita maki? Apa dosa orang itu hingga kita harus membahasnya di media sosial kita? Yang kita omongkan memang tidak tahu, tapi itu telah menjadi sebuah "percakapan".
Mungkin kita tidak merasa. Oh, saya tidak begitu di media sosial. Tapi silahkan tengok apa yang pernah kita posting selama ini. Kita terbiasa men-judge, menilai (orang, kejadian, film, buku, makanan, dsbgnya); kita benci tanpa alasan; kita tidak sependapat tanpa kenal; kita pandai sekali memberikan penilaian kepada banyak hal di media sosial ini. Kita seperti lebih mahir, lebih pandai, merasa lebih sempurna. Kita mendadak bisa mengirimkan komentar apapun, semau kita, terserah kita. Untuk kemudian, sebenarnya, apa poinnya? Apa manfaatnya? Apa dosa (orang, kejadian, film, buku, dsbgnya) tersebut kepada kita? Apa sih salah mereka hingga kita bisa tega menilai jelek, tidak mutu?
Tentu saja boleh mengkritisi sesuatu. Tidak ada yang melarang. Tentu saja boleh mengingatkan orang lain, satu-dua dengan cara yang sangat serius. Tapi selalu pikirkan apakah itu memang prinsip sekali? Apakah itu memang melanggar nilai2 pemahaman baik dan kita harus menyatakan sikap. Seperti kejujuran, amanah, mendidik, dsbgnya, itu bisa dipahami; saat memang ada implikasi secara luas, menyangkut kepentingan umum, kita memberikan pendapat, itu bisa dimengerti. Tapi ketika poinnya tidak ada, hanya iseng, nyeletuk bebas, mengomentari hal2 yang remeh dan tidak perlu, hanya agar puas saja sudah mereview/menulis tentang sesuatu, sy khawatir kita justeru sedang mengundang masalah sendiri.
Apa masalahnya? Tidak terlihat langsung memang. Karena begitu banyak seliweran di dunia maya ini, seolah tidak ada yang memperhatikan. Tapi ketahuilah, saat kita "memaki" sesuatu (orang, kejadian, film, buku, makanan, tokoh, dsbgnya tadi), yang sama sekali tidak adil, dan itu ternyata menyakiti orang lain, boleh jadi kita sedang menyusun tinggi kesulitan hidup. Karena di dunia ini, tidak ada yang bebas dari pembalasan. Boleh jadi karena "omongan" kita sendiri di media sosial, hidup kita jadi susah. Susah dapat pekerjaan, susah dapat sekolah, susah dapat jodoh, susah ini, susah itu, simply karena kita tidak bisa menjaga omongan. 

 Semoga masih ada yang mau memikirkannya.